(Review) Novel :
PULANG
Judul Novel : Pulang
Penulis : Darwis Tereliye
Penerbit : Republika, Jakarta
Tahun Terbit : 2015
Tebal Buku : 400 halaman
SINOPSIS BUKU
Namanya Bujang,
bocah berusia lima belas tahun yang sama dengan bocah-bocah seusianya. Lahir
dan besar di kampung pedalaman Sumatra, Bapaknya bernama Samad, seorang mantan jagal tersohor yang
meninggalkan masa lalu hitamnya. Mamaknya bernama Midah, seorang
keturunan pemuka agama. Bujang sama dengan bocah-bocah di kampungnya, senang
bermain di hutan, berjahil dan selalu ingin tahu pembicaraan orang dewasai.
Di didik membaca, berhitung, mengaji, azan dan sholat juga lain sebagainya.
Namun satu hal yang membuat Bujang amat berbeda dengan bocah-bocah seusianya. Bujang
tidak punya rasa takut.
Semuanya bermula
saat Tauke Muda menginjakkan kakinya di tanah kelahiran Bujang. Tauke Muda
datang dengan satu rombongannya, datang dari kota untuk melakukan perburuan
besar-besaran. Mereka akan memburu babi hujan yang akhir-akhir ini berhasil
meresahkan warga.
Esoknya Tauke
Muda meminta izin membawa Bujang ke kota, sekali lagi dengan berat hati sang
mamak harus merelakan kepergian Bujang ke kota, ikut dengan rombongan Tauke
Muda. Mamaknya sekali lagi berpesan, Bujang harus menjaga perutnya dari daging
babi dan tuak juga segala macam makanan-minuman haram.
Sampai di kota
Bujang dilayani dengan sangat terhormat. Kemudian Remaja berusia
enam belas tahun, memiliki tubuh tinggi besar, kulit gelap, perawakan khas Arab
dan tinggal di rumah Tauke Besar sejak kecil. Di kota, Tauke
Besar berusaha membuat Bujang dapat menyusul ketertinggalan di sekolah sebab di
kampungnya dia tidak pernah mencicipi bangku sekolah
Dua puluh tahun
kemudian, Bujang telah tumbuh menjadi pemuda yang gagah, menjadi jagal dunia
hitam, seorang jagal nomor satu. Jenius, kuat, dan tidak mengenal rasa takut.
Bujang berhasil menyusul ketertinggalannya dan menyelesaikan sekolah
terakhirnya di luar negeri sebagai salah satu lulusan terbaik. Bujang tumbuh
menjadi pemuda yang hebat, cerdik dan penuh ide-ide cemerlang. Menjadi bagian dari Keluarga Tong, salah satu keluarga
penguasa shadow economy.
REVIEW BUKU
Manusia
diberikan kebebasan untuk menentukan jalannya hidupnya. Setiap jalan yang
ditempuh tersebut niscaya mengandung risiko nilai, baik positif
maupun negatif, tergantung dengan jalan atau pilihan yang ditempuhnya.
Tere Liye telah berhasil menyuguhkan cerita yang cukup menawan dan mengesankan. Pulang, menyuguhkan cerita kehidupan yang kaya akan nilai-nilai kebaikan di dalamnya yang disajikan dengan sederhana, mudah dicerna oleh siapa saja yang membacanya, namun sarat makna.
Pembaca akan dibawa hanyut ke dalam cerita sejak bagian pembuka. Tokoh Mamak yang bijak, Bujang yang polos, dan Samad yang keras, kepiawaian Tere Liye menyisipkan nasihat bijak melalui tokoh Mamak ketika menasihati Bujang, anaknya. Nasihat disampaikan begitu lembut, alamiah, dan tidak dibuat-buat, meresap ke dalam hati setiap pembaca, sehingga pembaca tidak merasa digurui.
Tere Liye telah berhasil menyuguhkan cerita yang cukup menawan dan mengesankan. Pulang, menyuguhkan cerita kehidupan yang kaya akan nilai-nilai kebaikan di dalamnya yang disajikan dengan sederhana, mudah dicerna oleh siapa saja yang membacanya, namun sarat makna.
Pembaca akan dibawa hanyut ke dalam cerita sejak bagian pembuka. Tokoh Mamak yang bijak, Bujang yang polos, dan Samad yang keras, kepiawaian Tere Liye menyisipkan nasihat bijak melalui tokoh Mamak ketika menasihati Bujang, anaknya. Nasihat disampaikan begitu lembut, alamiah, dan tidak dibuat-buat, meresap ke dalam hati setiap pembaca, sehingga pembaca tidak merasa digurui.
Tere Liye
berhasil menyuguhkan nilai kebaikan tersebut dengan begitu lembut, tetap dalam
bingkai cerita, bukan ceramah. Maka, pantas saja, jika karya-karyanya tidak
sepi pembaca hingga lintas generasi.
Salah
satu pesan yang cukup mengharukan ialah tatkala Bujang hendak pergi ke kota
atas keinginannya. Pada bagian ini,
pembaca akan hanyut dan merasakan perihnya sebuah perpisahan dengan orang
tercinta.
KELEBIHAN BUKU
Pertama. Tema yang unik
Tema yang
dihadirkan mengandung unsur kebaruan. Masalah ekonomi dihubungkan dengan dunia
tukang pukul. Lebih jauh lagi dikaitkan dengan unsur relijius serta perjuangan
dan nilai kepahlawanan. Pertautan yang tampak “mustahil” itu diracik sedemikian
rupa oleh penulis menjadi racikan yang apik, sudut pandang yang ciamik. Unsur lokalitas, dalam
hal ini pedalaman Sumatra.
Kedua. Sederhana
Menurut hemat
peresensi, inilah kekuatan utama Tere Liye: sederhana dan apa adanya. Ia tak
suka merumit-rumitkan sesuatu. Pilihan katanya secara umum mudah dicerna (walau
ada beberapa yang perlu membuka kamus atau googling untuk tahu
artinya). Namun secara keseluruhan sangat bisa dimengerti.
Ketiga. Plot dan kejutan yang mengasyikan
Plot yang
dihadirkan membuat pembaca penasaran untuk terus membaca kelajutan cerita. Rasa penasaran
tersebut menstimulus pembaca untuk terus membaca hingga tuntas, tanpa bosan. Selain itu alur maju mundur menambah rasa
ingin tahu pembaca, baik masa lalu sang tokoh maupun cerita apa yang akan
terjadi berikutnya.Kejutan-kejutan mengasyikan juga mewarnai novel ini. Sesuatu
yang tak terbenak kemudian hadir menghentak.
Keempat. Filmis
Kekuatan
berikutnya dalam novel ini adalah agedan-adegan yang filmis. Kita seakan-akan
diajak menonton pertunjukan, pertarungan hebat, di depan layar tiga dimensi (3D).
Bahkan lebih dari itu, pembaca seolah diajak berfantasi dengan hebat. Membaca
novel ini kita dibawa dalam ketegangan pertempuran sekaligus (pada beberapa
kesempatan) perihal kesenduan kisah hidup.
Kelima. Pesan moral yang kuat
Inilah nilai
paling kuat dalam novel Pulang (juga novel Tere Liye sebelumnya). Sebuah
karya yang baik memang sudah selazimnya menyisipkan pesan moral, baik tersurat
maupun tersirat. Penulis yang kini tinggal di Bandung ini amat piawai
membungkus nasihat dan pemahaman hidup dengan kemasan yang cantik, adanya amanat untuk
tetap optimis melanjutkan hidup dan bangkit dari keterpurukan.
KEKURANGAN BUKU
Pertama. Beberapa adegan tampak seperti cuplikan
film
Sah-sah saja
sebenarnya bagi seorang penulis untuk menarasikan (dengan penyesuaian) beberapa
cuplikan film. Hal seperti itu namanya influence (keterpengaruhan).
Hal tersebut wajar. Karena di dunia ini, sejatinya, tidak ada yang benar-benar
orisinal. Tentu ada unsur keterpengaruhan dari apa yang telah ada sebelumnya.
Hanya saja memang, bagi sebagian orang, termasuk peresensi, beberapa adegan
dalam novel ini mengingatkan pada beberapa cuplikan film action. Ingatan
yang sedikit merusak kedalaman fantasi imajinasi.
Kedua.
Kurang membahas penguasa shadow economy di negeri sendiri
Mengangakat isu penguasa shadow
economy di negeri ini lebih banyak bersinggungan dengan penguasa shadow
economy di negara lain, utamanya Hongkong dan Makau. Lalu bagaimana
persinggungan dengan penguasa shadow economy lainnya di dalam negeri?
Memang ada namun kurang tergarap maksimal. Mungkin ini sengaja untuk membatasi
cerita agar tak melebar ke mana-mana. Meski begitu jika
saja pembahasan tentang penguasa shadow economy dalam negeri lebih
disinggung tentu hal tersebut lebih mantap.
KESIMPULAN
Novel ini
menegaskan kemampuan sang penulis menulis genre ekonomi berbalut aksi (action).
Bahkan novel ini memiliki nilai plus dibandingkan novel bergenre mirip milik
penulis. Nilai plusnya ada pada pengangkatan kearifan lokal (Sumatra) dan
relijiusitas. Novel
ini direkomedasikan bagi siapa pun yang ingin memahami makna pulang yang
sesungguhnya. Tak sekadar pulang dalam artian kembali ke rumah dan
kampung halaman. Namun mengandung makna pulang yang dalam.
Pulang menuju hakikat kehidupan. Pulang ke arah kesejatian. Pulang, kembali
pada-Nya. Sang Pencipta.
Selamat membaca!
PENUTUP
Sebagai penutup, izinkan peresensi
menghadirkan beberapa kutipan berharga dari novel ini. Semoga bermanfaat.
“Hidup ini
adalah perjalanan panjang dan tidak selalu mulus. Pada hari ke berapa dan pada
jam ke berapa, kita tidak pernah tahu, rasa sakit apa yang harus kita lalui.
Kita tidak tahu kapan hidup akan membanting kita dalam sekali, membuat
tertunduk, untuk kemudian memaksa kita mengambil keputusan. Satu dua keputusan
membuat bangga, sedangkan sisanya lebih banyak menghasilkan penyesalan.“
(Halaman 262)
“Peluklah semuanya, Agam. Peluk erat-erat. Dekap seluruh kebencian itu. Hanya itu cara agar hatimu damai, Nak. Semua pertanyaan, semua keraguan, semua kecemasan, semua kenangan masa lalu, peluklah mereka erat-erat. Tidak perlu disesali, tidak perlu membenci, buat apa? Bukankah kita selalu bisa melihat hari yang indah meski di hari terburuk sekalipun?” (Halaman 339)
“Ketahuilah, Nak, hidup tidak pernah tentang mengalahkan siapa pun. Hidup ini
hanya tentang kedamaian di hatimu. Saat kau mampu berdamai, maka saat itulah
kau telah memenangkan seluruh pertempuran.” (Halaman 340)
Anita Tarmizi
Baturaja, 18 Juli 2019
#flpsumsel
#flpsumselmenulis
#tugasresensibuku
#tugasresensibuku
Wehhh ayuk dalam niyan kalo ngeriview...
BalasHapusKerenlah pokoknya!
he... tengs ica.... resensi ica jugaaa baguss... pilihan bukunyo lumayan, kalau mba mano biso ngeresensi buku non-novel :)
Hapusnice
BalasHapusmakasih mba umi...😊
Hapus